Apa Kata Hati
aku tak bisa mengerti
dan aku tak bisa berlari
apa yang kurasakan ini
bukanlah benci..
tapi bukan juga benci
tapi aku merasakan beda
dengan detak jantungku
hembus nafasku
dan semua organ tubuhku
aku tak tau....
apa yang terjadi pada dirku
saat aku memandang wajahmu
dan saat ku pandang matamu...
apa mungkin ini yang ditakan cinta ???
atau mungkin ini yang dikatakan dengan benci
tapi aku tak yakin dengan semuanya ini
lama aku memikir
namun tak ada yang berakhir
rasa ini tak bisa beraakhir
dan mungkin sampai kapanpun rasa ini tak akan pernah berakhir
Jumat, 28 September 2007
suara hati yang lelah
jumat malam aku tak bisa tidur. aku memikirkan apa yang selama ini menjadi tujuan utama aku, aku saat ini bagaikan anggin yang kehilangan arah tujuan. apa yang menjadi tujuan ku datang dikota ini hanyalah bagaikan mimpi belaka.
tapi dalam jiwaku ini masih terpendam semangat yang berkobar-kobar untuk meraih semua itu. tapi aku tak yakin dengan semua ini, aku sungguh bimbang dengan keputusan yang aku ambil selam ini.
bila waktu bisa ku ubah pasti akan ku perbaiki semua kesalahan ku selama ini yang membuat diriku bagaikan orang yang tidak berguna ini.
tapi dalam jiwaku ini masih terpendam semangat yang berkobar-kobar untuk meraih semua itu. tapi aku tak yakin dengan semua ini, aku sungguh bimbang dengan keputusan yang aku ambil selam ini.
bila waktu bisa ku ubah pasti akan ku perbaiki semua kesalahan ku selama ini yang membuat diriku bagaikan orang yang tidak berguna ini.
ciri khas yang dimiliki oleh tulungagung yang tidak dimiliki oleh kota lain !!!
BEBERAPA CIRI KHAS YANG ADA DI KOTA MARMER TULUNGAGUNG BERSINAR, KOTA MANDIRI DI JAWA TIMUR.
Ciri khas Tulungagung dapat dilihat dari kebudayaan, kesenian, bahasa, kerajinan/industri, dan makanan.
Kebudayaan Khas / Tradisi :
Suroan, dll.
Tradisi Temanten kucing.
Ulur-ulur.
Jamasan Kyai Upas.
Peringatan IMLEK.
Kesenian Khas :
Jaranan.
Tiban.
Karawitan/campursari.
Reog Tulungagung.
Ketoprak, seperti : Ketoprak Siswobudoyo.
Bahasa Khas : Untuk penggunaan Bahasa Jawa baik itu di Tulungagung, Kediri, Blitar, Trenggalek, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, Madiun, Magetan, serta sekitar Bojonegoro dan Tuban (yang kesemuanya itu temasuk wilayah Jawa Timur bagian barat/kulonan), Bahasa Jawa yang digunakan pada umumnya sama yaitu Bahasa Jawa Alus, sama persis dengan Bahasa Jawa yang biasa digunakan oleh masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta. Misalnya Bahasa jawa ngoko : ora, piye, kowe, kuwi, kae, ben, ujuk-ujuk, di rasakne/dirasakke, bocah, panganane enak tenan, montore penak, lan liyo liyane.
Untuk pakaian adatnya pun di Tulungagung dan kota-kota tersebut diatas cenderung sama dengan pakaian adat Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Kerajinan/Industri khas :
Batik khas Tulungagungan.
Marmer dan batu Onix, Tulungagung merupakan salah satu penghasil marmer terbesar di Indonesia.
Kerajinan Kulit hewan, misalnya kerajinan dompet dari kulit, sabuk dari kulit, sandal dari kulit, dll.
Kerajinan dari ijuk atau dari kulit kelapa, misalnya keset (pembersih kaki), sapu, dll. Kerajinan ini ada di Desa Plosokandang dan sekitarnya.
Makanan khas :
Tape bakar, biasa ada di pinggir-pinggir jalan Kota Tulungagung.
Krupuk / Opak rambak.
Sompel Tulungagung (lontong + lodeh).
Jenang abang, jenang putih, jenang grendul.
Sambel Tumpang.
Pecel.
Semua jajanan/makanan khas diatas juga bisa kita jumpai di PUJASERA, Pasar Ngemplak Tulungagung.
Ciri khas Tulungagung dapat dilihat dari kebudayaan, kesenian, bahasa, kerajinan/industri, dan makanan.
Kebudayaan Khas / Tradisi :
Suroan, dll.
Tradisi Temanten kucing.
Ulur-ulur.
Jamasan Kyai Upas.
Peringatan IMLEK.
Kesenian Khas :
Jaranan.
Tiban.
Karawitan/campursari.
Reog Tulungagung.
Ketoprak, seperti : Ketoprak Siswobudoyo.
Bahasa Khas : Untuk penggunaan Bahasa Jawa baik itu di Tulungagung, Kediri, Blitar, Trenggalek, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, Madiun, Magetan, serta sekitar Bojonegoro dan Tuban (yang kesemuanya itu temasuk wilayah Jawa Timur bagian barat/kulonan), Bahasa Jawa yang digunakan pada umumnya sama yaitu Bahasa Jawa Alus, sama persis dengan Bahasa Jawa yang biasa digunakan oleh masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta. Misalnya Bahasa jawa ngoko : ora, piye, kowe, kuwi, kae, ben, ujuk-ujuk, di rasakne/dirasakke, bocah, panganane enak tenan, montore penak, lan liyo liyane.
Untuk pakaian adatnya pun di Tulungagung dan kota-kota tersebut diatas cenderung sama dengan pakaian adat Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Kerajinan/Industri khas :
Batik khas Tulungagungan.
Marmer dan batu Onix, Tulungagung merupakan salah satu penghasil marmer terbesar di Indonesia.
Kerajinan Kulit hewan, misalnya kerajinan dompet dari kulit, sabuk dari kulit, sandal dari kulit, dll.
Kerajinan dari ijuk atau dari kulit kelapa, misalnya keset (pembersih kaki), sapu, dll. Kerajinan ini ada di Desa Plosokandang dan sekitarnya.
Makanan khas :
Tape bakar, biasa ada di pinggir-pinggir jalan Kota Tulungagung.
Krupuk / Opak rambak.
Sompel Tulungagung (lontong + lodeh).
Jenang abang, jenang putih, jenang grendul.
Sambel Tumpang.
Pecel.
Semua jajanan/makanan khas diatas juga bisa kita jumpai di PUJASERA, Pasar Ngemplak Tulungagung.
ciri khsa yang dimiliki oleh tulungagung yang tidak dimiliki oleh kota lain !!!
BEBERAPA CIRI KHAS YANG ADA DI KOTA MARMER TULUNGAGUNG BERSINAR, KOTA MANDIRI DI JAWA TIMUR.
Ciri khas Tulungagung dapat dilihat dari kebudayaan, kesenian, bahasa, kerajinan/industri, dan makanan.
Kebudayaan Khas / Tradisi :
Suroan, dll. Gambar
Tradisi Temanten kucing. Gambar
Ulur-ulur. Gambar
Jamasan Kyai Upas. Gambar
Peringatan IMLEK. Gambar
Kesenian Khas :
Jaranan. Gambar
Tiban. Gambar
Karawitan/campursari. Gambar
Reog Tulungagung. Gambar
Ketoprak, seperti : Ketoprak Siswobudoyo. Gambar
Bahasa Khas : Untuk penggunaan Bahasa Jawa baik itu di Tulungagung, Kediri, Blitar, Trenggalek, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, Madiun, Magetan, serta sekitar Bojonegoro dan Tuban (yang kesemuanya itu temasuk wilayah Jawa Timur bagian barat/kulonan), Bahasa Jawa yang digunakan pada umumnya sama yaitu Bahasa Jawa Alus, sama persis dengan Bahasa Jawa yang biasa digunakan oleh masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta. Misalnya Bahasa jawa ngoko : ora, piye, kowe, kuwi, kae, ben, ujuk-ujuk, di rasakne/dirasakke, bocah, panganane enak tenan, montore penak, lan liyo liyane. Gambar
Untuk pakaian adatnya pun di Tulungagung dan kota-kota tersebut diatas cenderung sama dengan pakaian adat Yogyakarta dan Jawa Tengah. Gambar
Kerajinan/Industri khas :
Batik khas Tulungagungan. Gambar
Marmer dan batu Onix, Tulungagung merupakan salah satu penghasil marmer terbesar di Indonesia. Gambar
Kerajinan Kulit hewan, misalnya kerajinan dompet dari kulit, sabuk dari kulit, sandal dari kulit, dll. Gambar
Kerajinan dari ijuk atau dari kulit kelapa, misalnya keset (pembersih kaki), sapu, dll. Kerajinan ini ada di Desa Plosokandang dan sekitarnya. Gambar
Makanan khas :
Tape bakar, biasa ada di pinggir-pinggir jalan Kota Tulungagung. Gambar
Krupuk / Opak rambak. Gambar
Sompel Tulungagung (lontong + lodeh). Gambar
Jenang abang, jenang putih, jenang grendul. Gambar
Sambel Tumpang. Gambar
Pecel. Gambar
Semua jajanan/makanan khas diatas juga bisa kita jumpai di PUJASERA, Pasar Ngemplak Tulungagung.
Ciri khas Tulungagung dapat dilihat dari kebudayaan, kesenian, bahasa, kerajinan/industri, dan makanan.
Kebudayaan Khas / Tradisi :
Suroan, dll. Gambar
Tradisi Temanten kucing. Gambar
Ulur-ulur. Gambar
Jamasan Kyai Upas. Gambar
Peringatan IMLEK. Gambar
Kesenian Khas :
Jaranan. Gambar
Tiban. Gambar
Karawitan/campursari. Gambar
Reog Tulungagung. Gambar
Ketoprak, seperti : Ketoprak Siswobudoyo. Gambar
Bahasa Khas : Untuk penggunaan Bahasa Jawa baik itu di Tulungagung, Kediri, Blitar, Trenggalek, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, Madiun, Magetan, serta sekitar Bojonegoro dan Tuban (yang kesemuanya itu temasuk wilayah Jawa Timur bagian barat/kulonan), Bahasa Jawa yang digunakan pada umumnya sama yaitu Bahasa Jawa Alus, sama persis dengan Bahasa Jawa yang biasa digunakan oleh masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta. Misalnya Bahasa jawa ngoko : ora, piye, kowe, kuwi, kae, ben, ujuk-ujuk, di rasakne/dirasakke, bocah, panganane enak tenan, montore penak, lan liyo liyane. Gambar
Untuk pakaian adatnya pun di Tulungagung dan kota-kota tersebut diatas cenderung sama dengan pakaian adat Yogyakarta dan Jawa Tengah. Gambar
Kerajinan/Industri khas :
Batik khas Tulungagungan. Gambar
Marmer dan batu Onix, Tulungagung merupakan salah satu penghasil marmer terbesar di Indonesia. Gambar
Kerajinan Kulit hewan, misalnya kerajinan dompet dari kulit, sabuk dari kulit, sandal dari kulit, dll. Gambar
Kerajinan dari ijuk atau dari kulit kelapa, misalnya keset (pembersih kaki), sapu, dll. Kerajinan ini ada di Desa Plosokandang dan sekitarnya. Gambar
Makanan khas :
Tape bakar, biasa ada di pinggir-pinggir jalan Kota Tulungagung. Gambar
Krupuk / Opak rambak. Gambar
Sompel Tulungagung (lontong + lodeh). Gambar
Jenang abang, jenang putih, jenang grendul. Gambar
Sambel Tumpang. Gambar
Pecel. Gambar
Semua jajanan/makanan khas diatas juga bisa kita jumpai di PUJASERA, Pasar Ngemplak Tulungagung.
jaranan senterewe khas tulungagung siap mendobrak pasar dunia
Jaranan Senterewe
Eksis di Tengah Pendukungnya
Surabaya, Kompas - Kesenian tradisional jaranan senterewe yang menjadi ikon seni tradisi Tulungagung masih eksis di tengah-tengah komunitas pendukungnya. Kesenian tradisi itu menjadi bagian dari ekspresi berkesenian sebagian besar rakyat.
Hal itu dikemukakan oleh Pimpinan Sanggar Tari Kembang Sore Tulungagung yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Untung Mulyono saat dihubungi dari Surabaya, Kamis (13/7) di Tulungagung.
Menurut Untung, kesenian jaranan di Tulungagung mengalami kemajuan kendati tidak mendapat pembinaan dari pemerintah karena apresiasi masyarakat pendukungnya cukup tinggi. "Jaranan senterewe khas Tulungagung mengikuti tren yang berkembang di masyarakat, yaitu jaranan senterewe campursari," katanya.
Untung mengatakan, tanggapan untuk jaranan senterewe di Tulungagung masih terpusat pada kelompok-kelompok jaranan tertentu. "Kelompok jaranan yang sudah rekaman di VCD sering mendapat tanggapan," ujarnya. Di antaranya, Kuda Bhirawa, Savitri, Tunjung Budaya, dan Putro Yuwono.
"Jaranan senterewe khas Tulungagung itu aspek dan aksen geraknya sangat dinamis, cepat, dan keras, sedangkan aspek musiknya kempul, kenong, dan gong," ucapnya.
Tiga sampai empat tahun lalu, tutur Untung, Dinas Pariwisata Kabupaten Tulungagung masih menyelenggarakan festival jaranan. "Tetapi akhir-akhir ini yang mengadakan festival jaranan justru kelompok sanggar seni," katanya.
Secara terpisah, pemerhati kesenian jaranan, Widodo, yang pernah menjadi juri dalam festival jaranan se-Kabupaten Tulungagung mengatakan, kesenian jaranan senterewe yang belum mengalami perubahan kemasan dan selera pasar masih cukup banyak terdapat di desa-desa.
"Di luar itu, kelompok jaranan Savitri sempat menghebohkan karena memadukan dangdutan, penari ular, dan campursari," katanya.
Alumni ISI Yogyakarta itu menuturkan, pola pembinaan kesenian jaranan senterewe oleh pemerintah daerah tidak merata dan terkesan hanya terfokus pada kelompok jaranan yang sudah mapan. Sedangkan kelompok jaranan yang pemasarannya hanya di lingkup lokal Tulungagung kurang mendapat dukungan dan kesempatan ditampilkan di luar Tulungagung. (TIF)
Eksis di Tengah Pendukungnya
Surabaya, Kompas - Kesenian tradisional jaranan senterewe yang menjadi ikon seni tradisi Tulungagung masih eksis di tengah-tengah komunitas pendukungnya. Kesenian tradisi itu menjadi bagian dari ekspresi berkesenian sebagian besar rakyat.
Hal itu dikemukakan oleh Pimpinan Sanggar Tari Kembang Sore Tulungagung yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Untung Mulyono saat dihubungi dari Surabaya, Kamis (13/7) di Tulungagung.
Menurut Untung, kesenian jaranan di Tulungagung mengalami kemajuan kendati tidak mendapat pembinaan dari pemerintah karena apresiasi masyarakat pendukungnya cukup tinggi. "Jaranan senterewe khas Tulungagung mengikuti tren yang berkembang di masyarakat, yaitu jaranan senterewe campursari," katanya.
Untung mengatakan, tanggapan untuk jaranan senterewe di Tulungagung masih terpusat pada kelompok-kelompok jaranan tertentu. "Kelompok jaranan yang sudah rekaman di VCD sering mendapat tanggapan," ujarnya. Di antaranya, Kuda Bhirawa, Savitri, Tunjung Budaya, dan Putro Yuwono.
"Jaranan senterewe khas Tulungagung itu aspek dan aksen geraknya sangat dinamis, cepat, dan keras, sedangkan aspek musiknya kempul, kenong, dan gong," ucapnya.
Tiga sampai empat tahun lalu, tutur Untung, Dinas Pariwisata Kabupaten Tulungagung masih menyelenggarakan festival jaranan. "Tetapi akhir-akhir ini yang mengadakan festival jaranan justru kelompok sanggar seni," katanya.
Secara terpisah, pemerhati kesenian jaranan, Widodo, yang pernah menjadi juri dalam festival jaranan se-Kabupaten Tulungagung mengatakan, kesenian jaranan senterewe yang belum mengalami perubahan kemasan dan selera pasar masih cukup banyak terdapat di desa-desa.
"Di luar itu, kelompok jaranan Savitri sempat menghebohkan karena memadukan dangdutan, penari ular, dan campursari," katanya.
Alumni ISI Yogyakarta itu menuturkan, pola pembinaan kesenian jaranan senterewe oleh pemerintah daerah tidak merata dan terkesan hanya terfokus pada kelompok jaranan yang sudah mapan. Sedangkan kelompok jaranan yang pemasarannya hanya di lingkup lokal Tulungagung kurang mendapat dukungan dan kesempatan ditampilkan di luar Tulungagung. (TIF)
GEOGRAFI LETAK DAERAH TULUNGAGUNG
Geografi
Kabupaten Tulungagung terletak 154 km barat daya Kota Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulungagung secara administratif adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kabupaten Kediri
Sebelah Selatan : Samudera Hindia
Sebelah Timur : Kabupaten Blitar
Sebelah Barat : Kabupaten Trenggalek
Secara topografik, Tulungagung terletak pada ketinggian 85 m di atas permukaan laut (dpl). Bagian barat laut Kabupaten Tulungagung merupakan daerah pegunungan yang merupakan bagian dari pegunungan Wilis-Liman. Bagian tengah adalah dataran rendah, sedangkan bagian selatan adalah pegunungan yang merupakan rangkaian dari Pegunungan Kidul. Di sebelah barat laut Tulungagung, tepatnya di Kecamatan Sendang, terdapat Gunung Wilis sebagai titik tertinggi di Kabupaten Tulungagung yang memiliki ketinggian 2552 m. Di tengah Kota Tulungagung, terdapat Kali Ngrowo yang merupakan anak Kali Brantas dan seolah membagi Kota Tulungagung menjadi dua bagian: utara dan selatan.
Kabupaten Tulungagung terletak 154 km barat daya Kota Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulungagung secara administratif adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kabupaten Kediri
Sebelah Selatan : Samudera Hindia
Sebelah Timur : Kabupaten Blitar
Sebelah Barat : Kabupaten Trenggalek
Secara topografik, Tulungagung terletak pada ketinggian 85 m di atas permukaan laut (dpl). Bagian barat laut Kabupaten Tulungagung merupakan daerah pegunungan yang merupakan bagian dari pegunungan Wilis-Liman. Bagian tengah adalah dataran rendah, sedangkan bagian selatan adalah pegunungan yang merupakan rangkaian dari Pegunungan Kidul. Di sebelah barat laut Tulungagung, tepatnya di Kecamatan Sendang, terdapat Gunung Wilis sebagai titik tertinggi di Kabupaten Tulungagung yang memiliki ketinggian 2552 m. Di tengah Kota Tulungagung, terdapat Kali Ngrowo yang merupakan anak Kali Brantas dan seolah membagi Kota Tulungagung menjadi dua bagian: utara dan selatan.
POTENSI-POTENSI YANG MENUNJANG UNTUK MAJUNYA KOTA BERSINAR "TULUNGAGUNG"
SUMBER DAYA ALAM
SUB SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN
Pertanian merupakan sektor utama dalam pembangunan ekonomi di Kabupaten Tulungagung, mengingat Kabupaten Tulungagung merupakan daerah agraris. Selain kontribusinya dalam Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB ), peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi sangat luas, diantaranya sebagai sektor penyerap tenaga kerja terbesar, sebagai penghasil makanan penduduk dan sebagai penentu stabilitas harga. Dengan memperhatikan potensi, peluang, prospek pengembangan dan teknologi yang tersedia serta untuk memenuhi berbagai permintaan masyarakat, maka sasaran Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tulungagung adalah :
1. Tercapainya sasaran produksi pangan padi, jagung, dan kedelai guna mendukung ketahanan dan ketersediaan pangan nasional.
2. Mantapnya dan meningkatnya produksi pangan selain padi, jagung dan kedelai untuk mantapnya keamanan pangan dan cukupnya gizi masyarakat.
3. Meningkatnya produksi yang berdaya guna tinggi untuk tercukupinya pasar domestik dan eksport.
4. Meluasnya lapangan kerja dengan produktivitas tinggi dan kesempatan berusaha produktif.
5. Meningkatnya kemandirian petani melalui pemberdayaan kelembagaan tanaman dan holtikultura.
6. Meningkatnya pendapatan masyarakat petani melalui peningkatan produksi, produktivitas, mutu dan hasil nilai tambah.
7. Tersedianya bahan baku tanaman pangan dan holtikultura untuk mendukung industri pengolahan.
8. Berkembangnya usaha – usaha yang ramah lingkungan.
Strategi peningkatan produksi pangan di Kabupaten Tulungagung ditempuh melalui :
Pengembangan sarana dan prasarana seperti irigasi, tata guna air, jalan usaha tani, dan lain – lain.
Peningkatan produktivitas.
Perluasan Areal Tanam ( PAT ).
Pengamanan produksi untuk mengatasi gangguan OPT serta anomali iklim dan penanganan kehilangan hasil akibat penanganan penen dan pasca panen yang tidak tepat.
Pengolahan dan pemasaran hasil.
Penguatan Kelembagaan.
Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian tanaman pangan muncul beberapa masalah sebagai berikut : Menurunnya kapasitas lahan akibat lahan – lahan pertanian semakin marjinal. Terjadinya alih lahan pertanian ke komoditas. Adanya alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Tingkat ketersediaan air yang tidak merata. Relatif masih rendah SDM manusia di bidang pertanian. Terbatasnya modal pertanian biaya produksi.
HOMOWAJAKENSIS
Tulungagung telah dihuni oleh manusia sejak kurang lebih 40 – 50 ribu tahun yang lalu. Ini terbukti diketemukannya fosil manusia purba pada tahun 1989 dan 1890. Tempat penemuan tersebut didukuh Cr?me, Desa Gamping (Campurdarat). Pada waktu itu daerah Campurdarat masih bernama distrik Wajak. Oleh sebab itu fosil tersebut dinamakan fosil Homowajakensis. Pada tahun 1982 saat pembuatan saluran Lodagung di dukuh Cr?me juga diketemukan fosil lagi dari kedalaman 2 meter. Sekitar 1 meter diatasnya diketemukan kerangka manusia yang masih utuh dan memakai anting-anting berbentuk cakra seberat 12 gram. Namun karena terkena angin, kerangka tersebut hancur menjadi debu. Hanya tinggal tengkoraknya yang sudah menjadi fosil. Setelah diteliti ternyata tengkorak dari kedalaman 2 meter tadi diperkirakan hidup pada 25 ribu tahun yang lalu. Sedang yang memakai anting-anting hidup kurang lebih 4 ribu tahun silam.
PRASASTI LAWADAN
Daerah Tulungagung banyak terdpat peninggalan sejarah purbakala. Sekitar 63 buah peninggalan berupa benda bergerak dan tidak bergerak. Tulungagung memiliki peninggalan purbakala terbanyak di daerah Karesidenan Kediri. Dintara peninggalan tersebut 26 berupa parasati, 24 diantaranya berupa prasati batu. Salahsatunya adalah prasasti Lawadan karena terletak di desa (thani) Lawadan yang sekarang diyakini bernama Wates campurdarat. Prasastiyang bertanggal 18 Nopember 1205 – hari Jumat Pahing- dikeluarkan oleh Prabu Srengga raja terakhir kerajaan Daha. Raja tersebut terkenal dengan nama Prabu Dandanggendis. Prasasti tersebut berisi pemberian keringanan pajak dan hak isimewa semacam bumi perdikan atau “sima”. Alasannya pemberian ‘’hadiah’’ tersebut adalah karena jasa prajurit Lawadan yang sudah memberikan bantuan kepada kerajaan mengusir musuh dari Timur sehingga raja yang tadinya telah meninggalkan kraton dapat kembali berkuasa.
PRASASTI MULA-MALURUNG
Prasasti lain adalah prasasti di desa Mula dan Malurung, yang menyebut nama desa Kalangbret. Meskipun prasasti tersebut tidak terdapat di Tulungagung namun menyebutkan Wilayah di Tulungagung. Isinya berupa puji-pujian kepada dewa Syiwa. Raja yang disebut-sebut adalah Sri Maharaja Semingrat nama lainnya adalah Wisnuwardana . Prasasti tersebut dikeluarkan pada 15 Desember 1256 M (Rebo Legi). Isinya menetapkan Desa Mula dan Malurung menjadi Sima (perdikan) karena loyalitas seorang penjabat bernama Pranaraja berhasil memimpin membuat tempat berbakti kepada nenek buyut prabu Seminingrat atau Wisnuwardana di Kalangbret menyebutkan tempat tersebut diulangi pada kakawin negarakertagama ‘’Kalangbret’’, tempat tersebut adalah tempat suci bagi leluhur raja Hayam Wuruk dari Majapahit. Kalangbret menjadi nama salah satu desa di Kecamatan Kauman 5 Km sebelah Barat kota Tulungagung. Pada jaman Mataram Islam yaitu jaman Sri Pakubuwono I dan VOC tahun 1709 mengadakan perjanjian nama Kalangbret tetap digunakan sebagai ibukota kabupaten Ngrawa. Begitu juga pada perjanjian Giyanti (1755) nama Kalangbret disebut salah satunya wilayah manca negaranya kerajaan Yogyakarta. Juga menjadi nama distrik atau kawedanan atau wilayah pembantu Bupati Tulungagung. Berdasarkan uraian tadi maka tidak benar kalau kalangbret akronim Adipati Kalang yang disembret-sembret oleh Patih Gajah Mada seperti disebut dalam buku Tulungagung Dalam Sejarah dan Babad (Tim peneliti 1971). Disamping hal tersebut juga pernah diketemukan prasasti yang disebut prasasti Sidorejo dan Biri. Nama Biri berubah menjadi Wiri dan diyakini menjadi nama Cu-Wiri. Kalangbret sebagai kadipaten Mancanegara Mataram terbentuk sejak perjanjian Giyanti. Selanjutnya dijadikan ibu kota kabupaten Ngrawa tahun 175 – 1824 Masehi. Yaitu pada masa Mataram Islam dan jaman colonial. Bupati pertama Kabupaten Ngrawa adalah Kyai Ngabehi Mangundirono. Nama ‘’Kalang bret ‘’ telah dikenal sejak tahun 1255 M (prasasti Mula- Malurung) dan disebut ulang dalam Negara Kretagama (1635 M) dengan nama Kalangbret.
KATEMUNGGUNGAN WAJAK (BOYOLANGU)
Berdirinya Katumenggungan Wajak pada masa pemerintahan Sultan Agung sampai dengan pembentukan kadipaten Ngrawa dengan pusat pemerintahan di Wajak sejak perjanjian Giyanti. Ini terjadi antara tahun 1615 - 1709 M pada masa Mataram Islam dan masa colonial. Yang menjadi Tulungagung I adalah Senapati Mataram bernama Surontani. Dimakamkan di Desa Wajak Kidul Boyolangu. Sedangkan Surontani ke III (Kertoyudo) dimakamkan di Desa Tanggung Campurdarat. Katumenggungan Wajak berakhir dengan berdirinya Kabupaten Ngrawa beribu kota di Kalangbret. Nama “Rawa’’ telah dikenal sejak tahun 1194 M (Prasasti Kemulan) dan disebut ulang dalam Negarakretagama (1365 M). Nama ini kemudian berubah menjadi ‘’Ngrawa’’
KOTA TULUNGAGUNG
KRT Pringgodiningrat Bupati Ngrawa ke IV yang memerintah tahun 1824 – 1930 memindahkan ibu kota kabupaten Ngrawa kesebelah Timur sungai Ngrawa yaitu pada lokasi sekarang ini. Selanjutnya kota baru ini dijadikan pusat pemerintahan atau ibu kota Kabupaten Ngrawa. Terjadi pada masa colonial sampai sekarang . Pada tahun 1800–an sampai 1901 nama ‘’Toeloeng Agoeng’’ dipakai sebagai nama salah satu dist rik dalam wilayah Kabupaten Ngrawa. Nama Kabupaten Ngrawa berubah menjadi Kabupaten Tulungagung pada tanggal : 1 April 1901 yaitu pada masa pemerintahan bupati Ngrawa ke 11: RT Partowijoyo.
SUB SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN
Pertanian merupakan sektor utama dalam pembangunan ekonomi di Kabupaten Tulungagung, mengingat Kabupaten Tulungagung merupakan daerah agraris. Selain kontribusinya dalam Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB ), peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi sangat luas, diantaranya sebagai sektor penyerap tenaga kerja terbesar, sebagai penghasil makanan penduduk dan sebagai penentu stabilitas harga. Dengan memperhatikan potensi, peluang, prospek pengembangan dan teknologi yang tersedia serta untuk memenuhi berbagai permintaan masyarakat, maka sasaran Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tulungagung adalah :
1. Tercapainya sasaran produksi pangan padi, jagung, dan kedelai guna mendukung ketahanan dan ketersediaan pangan nasional.
2. Mantapnya dan meningkatnya produksi pangan selain padi, jagung dan kedelai untuk mantapnya keamanan pangan dan cukupnya gizi masyarakat.
3. Meningkatnya produksi yang berdaya guna tinggi untuk tercukupinya pasar domestik dan eksport.
4. Meluasnya lapangan kerja dengan produktivitas tinggi dan kesempatan berusaha produktif.
5. Meningkatnya kemandirian petani melalui pemberdayaan kelembagaan tanaman dan holtikultura.
6. Meningkatnya pendapatan masyarakat petani melalui peningkatan produksi, produktivitas, mutu dan hasil nilai tambah.
7. Tersedianya bahan baku tanaman pangan dan holtikultura untuk mendukung industri pengolahan.
8. Berkembangnya usaha – usaha yang ramah lingkungan.
Strategi peningkatan produksi pangan di Kabupaten Tulungagung ditempuh melalui :
Pengembangan sarana dan prasarana seperti irigasi, tata guna air, jalan usaha tani, dan lain – lain.
Peningkatan produktivitas.
Perluasan Areal Tanam ( PAT ).
Pengamanan produksi untuk mengatasi gangguan OPT serta anomali iklim dan penanganan kehilangan hasil akibat penanganan penen dan pasca panen yang tidak tepat.
Pengolahan dan pemasaran hasil.
Penguatan Kelembagaan.
Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian tanaman pangan muncul beberapa masalah sebagai berikut : Menurunnya kapasitas lahan akibat lahan – lahan pertanian semakin marjinal. Terjadinya alih lahan pertanian ke komoditas. Adanya alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Tingkat ketersediaan air yang tidak merata. Relatif masih rendah SDM manusia di bidang pertanian. Terbatasnya modal pertanian biaya produksi.
HOMOWAJAKENSIS
Tulungagung telah dihuni oleh manusia sejak kurang lebih 40 – 50 ribu tahun yang lalu. Ini terbukti diketemukannya fosil manusia purba pada tahun 1989 dan 1890. Tempat penemuan tersebut didukuh Cr?me, Desa Gamping (Campurdarat). Pada waktu itu daerah Campurdarat masih bernama distrik Wajak. Oleh sebab itu fosil tersebut dinamakan fosil Homowajakensis. Pada tahun 1982 saat pembuatan saluran Lodagung di dukuh Cr?me juga diketemukan fosil lagi dari kedalaman 2 meter. Sekitar 1 meter diatasnya diketemukan kerangka manusia yang masih utuh dan memakai anting-anting berbentuk cakra seberat 12 gram. Namun karena terkena angin, kerangka tersebut hancur menjadi debu. Hanya tinggal tengkoraknya yang sudah menjadi fosil. Setelah diteliti ternyata tengkorak dari kedalaman 2 meter tadi diperkirakan hidup pada 25 ribu tahun yang lalu. Sedang yang memakai anting-anting hidup kurang lebih 4 ribu tahun silam.
PRASASTI LAWADAN
Daerah Tulungagung banyak terdpat peninggalan sejarah purbakala. Sekitar 63 buah peninggalan berupa benda bergerak dan tidak bergerak. Tulungagung memiliki peninggalan purbakala terbanyak di daerah Karesidenan Kediri. Dintara peninggalan tersebut 26 berupa parasati, 24 diantaranya berupa prasati batu. Salahsatunya adalah prasasti Lawadan karena terletak di desa (thani) Lawadan yang sekarang diyakini bernama Wates campurdarat. Prasastiyang bertanggal 18 Nopember 1205 – hari Jumat Pahing- dikeluarkan oleh Prabu Srengga raja terakhir kerajaan Daha. Raja tersebut terkenal dengan nama Prabu Dandanggendis. Prasasti tersebut berisi pemberian keringanan pajak dan hak isimewa semacam bumi perdikan atau “sima”. Alasannya pemberian ‘’hadiah’’ tersebut adalah karena jasa prajurit Lawadan yang sudah memberikan bantuan kepada kerajaan mengusir musuh dari Timur sehingga raja yang tadinya telah meninggalkan kraton dapat kembali berkuasa.
PRASASTI MULA-MALURUNG
Prasasti lain adalah prasasti di desa Mula dan Malurung, yang menyebut nama desa Kalangbret. Meskipun prasasti tersebut tidak terdapat di Tulungagung namun menyebutkan Wilayah di Tulungagung. Isinya berupa puji-pujian kepada dewa Syiwa. Raja yang disebut-sebut adalah Sri Maharaja Semingrat nama lainnya adalah Wisnuwardana . Prasasti tersebut dikeluarkan pada 15 Desember 1256 M (Rebo Legi). Isinya menetapkan Desa Mula dan Malurung menjadi Sima (perdikan) karena loyalitas seorang penjabat bernama Pranaraja berhasil memimpin membuat tempat berbakti kepada nenek buyut prabu Seminingrat atau Wisnuwardana di Kalangbret menyebutkan tempat tersebut diulangi pada kakawin negarakertagama ‘’Kalangbret’’, tempat tersebut adalah tempat suci bagi leluhur raja Hayam Wuruk dari Majapahit. Kalangbret menjadi nama salah satu desa di Kecamatan Kauman 5 Km sebelah Barat kota Tulungagung. Pada jaman Mataram Islam yaitu jaman Sri Pakubuwono I dan VOC tahun 1709 mengadakan perjanjian nama Kalangbret tetap digunakan sebagai ibukota kabupaten Ngrawa. Begitu juga pada perjanjian Giyanti (1755) nama Kalangbret disebut salah satunya wilayah manca negaranya kerajaan Yogyakarta. Juga menjadi nama distrik atau kawedanan atau wilayah pembantu Bupati Tulungagung. Berdasarkan uraian tadi maka tidak benar kalau kalangbret akronim Adipati Kalang yang disembret-sembret oleh Patih Gajah Mada seperti disebut dalam buku Tulungagung Dalam Sejarah dan Babad (Tim peneliti 1971). Disamping hal tersebut juga pernah diketemukan prasasti yang disebut prasasti Sidorejo dan Biri. Nama Biri berubah menjadi Wiri dan diyakini menjadi nama Cu-Wiri. Kalangbret sebagai kadipaten Mancanegara Mataram terbentuk sejak perjanjian Giyanti. Selanjutnya dijadikan ibu kota kabupaten Ngrawa tahun 175 – 1824 Masehi. Yaitu pada masa Mataram Islam dan jaman colonial. Bupati pertama Kabupaten Ngrawa adalah Kyai Ngabehi Mangundirono. Nama ‘’Kalang bret ‘’ telah dikenal sejak tahun 1255 M (prasasti Mula- Malurung) dan disebut ulang dalam Negara Kretagama (1635 M) dengan nama Kalangbret.
KATEMUNGGUNGAN WAJAK (BOYOLANGU)
Berdirinya Katumenggungan Wajak pada masa pemerintahan Sultan Agung sampai dengan pembentukan kadipaten Ngrawa dengan pusat pemerintahan di Wajak sejak perjanjian Giyanti. Ini terjadi antara tahun 1615 - 1709 M pada masa Mataram Islam dan masa colonial. Yang menjadi Tulungagung I adalah Senapati Mataram bernama Surontani. Dimakamkan di Desa Wajak Kidul Boyolangu. Sedangkan Surontani ke III (Kertoyudo) dimakamkan di Desa Tanggung Campurdarat. Katumenggungan Wajak berakhir dengan berdirinya Kabupaten Ngrawa beribu kota di Kalangbret. Nama “Rawa’’ telah dikenal sejak tahun 1194 M (Prasasti Kemulan) dan disebut ulang dalam Negarakretagama (1365 M). Nama ini kemudian berubah menjadi ‘’Ngrawa’’
KOTA TULUNGAGUNG
KRT Pringgodiningrat Bupati Ngrawa ke IV yang memerintah tahun 1824 – 1930 memindahkan ibu kota kabupaten Ngrawa kesebelah Timur sungai Ngrawa yaitu pada lokasi sekarang ini. Selanjutnya kota baru ini dijadikan pusat pemerintahan atau ibu kota Kabupaten Ngrawa. Terjadi pada masa colonial sampai sekarang . Pada tahun 1800–an sampai 1901 nama ‘’Toeloeng Agoeng’’ dipakai sebagai nama salah satu dist rik dalam wilayah Kabupaten Ngrawa. Nama Kabupaten Ngrawa berubah menjadi Kabupaten Tulungagung pada tanggal : 1 April 1901 yaitu pada masa pemerintahan bupati Ngrawa ke 11: RT Partowijoyo.
SEJARAH TULUNGAGUNG YANG MENAWAN
Sejarah Yang sangat kita kagumi dari kota Tulungagung !!!
Artikel ini disarikan dari berbagai sumber antara lain wikipedia bahasa indonesia, pemkab tulungagung dan lain-lain.
adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten Tulungagung dibatasi oleh Kabupaten Blitar di sebelah timur, Kabupaten Trenggalek disebelah barat, Kabupaten Kediri di sebelah utara dan Samudra Hindia di sebelah selatan. Secara administratif, Kabupaten Tulungagung terbagi dalam 19 kecamatan, 257 desa, dan 14 kelurahan. Kecamatan tersebut adalah Bandung, Besuki, Boyolangu, Campurdarat, Gondang, Kalidawir, Karangrejo, Kauman, Kedungwaru, Ngantru, Ngunut, Pagerwojo, Pakel, Pucanglaban, Rejotangan, Sendang, Sumbergempol, Tanggung Gunung, Tulungagung.
Bagian barat laut Kabupaten Tulungagung merupakan daerah pegunungan yang merupakan bagian dari pegunungan Wilis-Liman-Limas. Bagian tengah adalah dataran rendah; dan bagian selatan adalah pegunungan yang merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Kidul. Tulungagung adalah salah satu penghasil marmer terbesar di Indonesia, yakni di daerah campurdarat & besole. Pantai Popoh, merupakan obyek wisata pantai di Laut Selatan yang cukup terkenal.
Dahulu kala Tulungagung terkenal dengan daerah rawa-rawa, yang lebih dikenal dengan nama Bonorowo/ngrowo (rowo=rawa). Bekas rawa-rawa tersebut kini menjadi wilayah kecamatan Campurdarat, Boyolangu, Pakel, Besuki, Bandung, Gondang. Dalam prasasti Lawadan,terletak di sekitar Desa Wates Kecamatan Campurdarat, yang dikeluarkan pada Jum’at Pahing 18 Nopember 1205 disebutkan bahwa Raja Daha yang terakhir yaitu Sri Kretajaya merasa berkenan atas kesetiaan warga Thani Lawadan terhadap raja ketika terjadi serangan musuh dari sebelah timur Daha. Tanggal tersebut kemudian digunakan sebagai hari jadi tulungagung. Pada Prasasti Lawadan dijelaskan juga tentang anugrah Raja Kertajaya berupa pembebasan dari berbagai pungutan pajak dan penerimaan berbagai hak istimewa kepada DWAN RI LAWADAN TKEN WISAYA, atau dikenal dalam cerita sebagai DANDANG GENDHIS. Di jaman majapahit, Bonorowo dipimpin oleh seorang Adipati yang bernama adipati kalang. Adipati kalang tidak mau tunduk pada kekuasaan majapahit, yang berujung pada invasi mojopahit ke bonorowo. Adipati kalang dan pengikutnya yang berjuang dengan gagah berani akhirnya tewas dalam pertempuran didaerah yang sekarang disebut kalangbret dikecamatan Kauman.
Di Jaman penjajahan jepang, tulungagung dijadikan base pertahanan jepang untuk menangkal serangan sekutu dari australia serta sebagai benteng pertahanan terakhir untuk menghadapi serangan dari arah utara. Pada masa itu ratusan ribu romusa dikerahkan untuk mengeringkan rawa-rawa tulungagung membuangnya ke pantai selatan dengan membuat terowongan air menembus dasar gunung Tanggul, salah satu gunung dari rangkaian pegunungan yang melindungi Tulungagung dari dasyatnya ombak pantai selatan, yang terkenal dengan sebutan terowongan ni yama. Terowongan tersebut sekarang dijadikan PLTA Tulungagung.
Tulungagung sekarang terkenal dengan kerajinan Marmer dan onyx, di Kecamatan Campurdarat, Batik di Tulungagung, Majan dan Kauman. Tenun Perlengkapan Militer dengan standart NATO di Kecamatan Ngunut. Konveksi dan Bordir Garmen, busana muslim, sprei, sarung bantal, rukuh dsb. Ikan Hias yang memenuhi pasar nasional dan eksport. ikan konsumsi ( Perikanan darat dan laut ). Makanan khas tulunguagung antara lain Lodho Ayam, Nasi Pecel, sompil, jajanan seperti kacang Shanghai, giti, jongkong, ireng-ireng, sredeg, cenil, plenggong. Minuman khas seperti kopi cethe, Wedang jahe sere, dawet caon, rujak uyub, beras kencur. Tulungagung adalah base camp ketoprak “Siswo Budoyo”, kesenian kentrung, jaranan, dan reog tulungagung
Artikel ini disarikan dari berbagai sumber antara lain wikipedia bahasa indonesia, pemkab tulungagung dan lain-lain.
adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten Tulungagung dibatasi oleh Kabupaten Blitar di sebelah timur, Kabupaten Trenggalek disebelah barat, Kabupaten Kediri di sebelah utara dan Samudra Hindia di sebelah selatan. Secara administratif, Kabupaten Tulungagung terbagi dalam 19 kecamatan, 257 desa, dan 14 kelurahan. Kecamatan tersebut adalah Bandung, Besuki, Boyolangu, Campurdarat, Gondang, Kalidawir, Karangrejo, Kauman, Kedungwaru, Ngantru, Ngunut, Pagerwojo, Pakel, Pucanglaban, Rejotangan, Sendang, Sumbergempol, Tanggung Gunung, Tulungagung.
Bagian barat laut Kabupaten Tulungagung merupakan daerah pegunungan yang merupakan bagian dari pegunungan Wilis-Liman-Limas. Bagian tengah adalah dataran rendah; dan bagian selatan adalah pegunungan yang merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Kidul. Tulungagung adalah salah satu penghasil marmer terbesar di Indonesia, yakni di daerah campurdarat & besole. Pantai Popoh, merupakan obyek wisata pantai di Laut Selatan yang cukup terkenal.
Dahulu kala Tulungagung terkenal dengan daerah rawa-rawa, yang lebih dikenal dengan nama Bonorowo/ngrowo (rowo=rawa). Bekas rawa-rawa tersebut kini menjadi wilayah kecamatan Campurdarat, Boyolangu, Pakel, Besuki, Bandung, Gondang. Dalam prasasti Lawadan,terletak di sekitar Desa Wates Kecamatan Campurdarat, yang dikeluarkan pada Jum’at Pahing 18 Nopember 1205 disebutkan bahwa Raja Daha yang terakhir yaitu Sri Kretajaya merasa berkenan atas kesetiaan warga Thani Lawadan terhadap raja ketika terjadi serangan musuh dari sebelah timur Daha. Tanggal tersebut kemudian digunakan sebagai hari jadi tulungagung. Pada Prasasti Lawadan dijelaskan juga tentang anugrah Raja Kertajaya berupa pembebasan dari berbagai pungutan pajak dan penerimaan berbagai hak istimewa kepada DWAN RI LAWADAN TKEN WISAYA, atau dikenal dalam cerita sebagai DANDANG GENDHIS. Di jaman majapahit, Bonorowo dipimpin oleh seorang Adipati yang bernama adipati kalang. Adipati kalang tidak mau tunduk pada kekuasaan majapahit, yang berujung pada invasi mojopahit ke bonorowo. Adipati kalang dan pengikutnya yang berjuang dengan gagah berani akhirnya tewas dalam pertempuran didaerah yang sekarang disebut kalangbret dikecamatan Kauman.
Di Jaman penjajahan jepang, tulungagung dijadikan base pertahanan jepang untuk menangkal serangan sekutu dari australia serta sebagai benteng pertahanan terakhir untuk menghadapi serangan dari arah utara. Pada masa itu ratusan ribu romusa dikerahkan untuk mengeringkan rawa-rawa tulungagung membuangnya ke pantai selatan dengan membuat terowongan air menembus dasar gunung Tanggul, salah satu gunung dari rangkaian pegunungan yang melindungi Tulungagung dari dasyatnya ombak pantai selatan, yang terkenal dengan sebutan terowongan ni yama. Terowongan tersebut sekarang dijadikan PLTA Tulungagung.
Tulungagung sekarang terkenal dengan kerajinan Marmer dan onyx, di Kecamatan Campurdarat, Batik di Tulungagung, Majan dan Kauman. Tenun Perlengkapan Militer dengan standart NATO di Kecamatan Ngunut. Konveksi dan Bordir Garmen, busana muslim, sprei, sarung bantal, rukuh dsb. Ikan Hias yang memenuhi pasar nasional dan eksport. ikan konsumsi ( Perikanan darat dan laut ). Makanan khas tulunguagung antara lain Lodho Ayam, Nasi Pecel, sompil, jajanan seperti kacang Shanghai, giti, jongkong, ireng-ireng, sredeg, cenil, plenggong. Minuman khas seperti kopi cethe, Wedang jahe sere, dawet caon, rujak uyub, beras kencur. Tulungagung adalah base camp ketoprak “Siswo Budoyo”, kesenian kentrung, jaranan, dan reog tulungagung
tulungagung kaya wisata
POTENSI WISATA
KABUPATEN TULUNGAGUNG
Selamat Datang di daerah tujuan wisata Kabupaten Tulungagung. Kabupaten yang berada di wilayah selatan Jawa Timur ini, telah siap menanti wisatawan untuk menikmati segala keindahan dan aneka ragam budaya yang masih kental dengan nilai-nilai tradisionalnya. Bermula dari sebuah Kadipaten yang bernama Ngrawa, seiring berkembang waktu menjadi sebuah Kabupaten yang berkembang dengan pesat dan kini sejajar dengan kota-kota lain di Indonesia. Kabupaten Tulungagung memiliki berjuta pesona dan keindahan yang pantas untuk dinikmati oleh para wisatawan, baik local maupun ,manca Negara. Secara gografis Kabupaten Tulungagung berada pada posisi 111,43 o s.d 112,07 o Bujur Timur dan 7,51o s.d 8,18o Lintang Selatan. Mempunyai luas wilayah 1.055,65 Km2 + 2,2 % dari wilayah Propinsi Jawa Timur.
Secara administrative dibagi mejadi 19 kecamatan yang meliputi 257 desa dan 14 kelurahan. Kabupaten Tulungagung merupakan bagian dari Propinsi Jawa Timur, berada di belahan selatan, menghadap ke Samodra Indonesia. Jarak tempuh dari Ibukota Propinsi (Surabaya), lebih kurang 3 jam dengan kendaraan umum. Meski termasuk daerah pinggir, namun Tulungagung cukup strategis karena berada di antara tiga kota, yaitu Kediri, Blitar dan Trenggalek. Tulungagung mempunyai motto Beriman (Bersih, indah, nyaman dan aman), hal ini dapat dibuktikan bagi siapapun yang datang dari luar kota, begitu masuk Kabupaten Tulungagung sudah terasa kenyamanannya, disetiap perbatasan kota dapat dijumpai taman-taman di kanan kiri jalan raya. Ingandaya (Industri, Pangan dan Budaya), juga merupakan slogan yang pas untuk Kabupaten Tulungagung. Masyarakatnya yang suka berkarya, terbukti dengan tersebarnya berbagai bidang usaha mulai dari home industri, sampai dengan yang bertaraf pengusaha besar, semua ada di Tulungagung. Jika kita masuk kedaerah pedesaan, sepanjang mata memandang terlihat hijaunya tanaman dengan suburnya. Hal ini membuktikan bahwa daerah Tulungagung, juga merupakan sentra hasil pertanian., mulai padi, tebu, palawija, dan bermacam buah-buahan. Tulungagung termasuk gudangnya seni budaya, khususnya budaya Jawa masih sangat melekat di hampir setiap penduduk. Walaupun jaman sudah semakin maju, namun berbagai macam kesenian tradisional seperti, wayang, ketoprak, reyog, tayub, ludruk, jaranan, kentrung dll, tetap lestari dan banyak penggemarnya.
Dibidang pariwisata, di Tulungagung sangat lengkap, mulai dari wisata alam, pantai, pegunungan, wisata budaya dan sejarah, seperti Homo Wajak Kensis yang pernah menggemparkan dunia antropologi, serta beberapa situs peninggalan sejarah masa lalu. Tulungagung terus dikembangkan seiring kemajuan jaman dan bertambahnya penduduk.
Berdasarkan Topografi, daerah Tulungagung dapat dibagi menjadi 3 wilayah pengembangan.
1.Wilayah Wilis (gunung dan lembah Wilis)
Merupaka daerah subur, berada di wilayah utara dan barat. Di daerah tersebut mempunyai ketinggian antara 1.000 s/d 1.200 m. diatas permukaan laut. Berpotensi sebagai obyek ekowisata agro, hutan dan alam pegunungan, yang meliputi kecamatan Sendang dan Pagerwojo.
2. Wilayah anak bukit Kapur Selatan
Berupa gunung-gunung berbatu cadas, banyak menyimpan batu galian seperti gamping dan pualam. Daerah selatan juga berpotensi sebagai daerah obyek wisata alam, goa dan pantai, daerah tersebut meliputi 5 kecamatan : Tanggunggunung, Pucanglaban, Kalidawir, Campurdarat dan Besuki, dengan ketinggian antara 800 s/d 1.000 m diatas permukaan laut.
3. Wilayah Tengah
Merupakan dataran rendah yang subur, karena dialiri sungai Brantas dengan anak cabangnya. Daerah ini banyak menyimpan legenda yang berpotensi sebagai obyek wisata seperti : wisata purbakala, budaya, dan seni. Daerah Tengah ini meliputi 12 kecamatan : Tulungagung, Kedungwaru, Ngantru, Karangrejo, Kauman, Gondang, Boyolangu, Sumbergempol, Ngunut, Rejotangan, Pakel dan Bandung. Daerah Tengah mempunyai ketinggian rata-rata 86 m diatas permukaan laut.
KABUPATEN TULUNGAGUNG
Selamat Datang di daerah tujuan wisata Kabupaten Tulungagung. Kabupaten yang berada di wilayah selatan Jawa Timur ini, telah siap menanti wisatawan untuk menikmati segala keindahan dan aneka ragam budaya yang masih kental dengan nilai-nilai tradisionalnya. Bermula dari sebuah Kadipaten yang bernama Ngrawa, seiring berkembang waktu menjadi sebuah Kabupaten yang berkembang dengan pesat dan kini sejajar dengan kota-kota lain di Indonesia. Kabupaten Tulungagung memiliki berjuta pesona dan keindahan yang pantas untuk dinikmati oleh para wisatawan, baik local maupun ,manca Negara. Secara gografis Kabupaten Tulungagung berada pada posisi 111,43 o s.d 112,07 o Bujur Timur dan 7,51o s.d 8,18o Lintang Selatan. Mempunyai luas wilayah 1.055,65 Km2 + 2,2 % dari wilayah Propinsi Jawa Timur.
Secara administrative dibagi mejadi 19 kecamatan yang meliputi 257 desa dan 14 kelurahan. Kabupaten Tulungagung merupakan bagian dari Propinsi Jawa Timur, berada di belahan selatan, menghadap ke Samodra Indonesia. Jarak tempuh dari Ibukota Propinsi (Surabaya), lebih kurang 3 jam dengan kendaraan umum. Meski termasuk daerah pinggir, namun Tulungagung cukup strategis karena berada di antara tiga kota, yaitu Kediri, Blitar dan Trenggalek. Tulungagung mempunyai motto Beriman (Bersih, indah, nyaman dan aman), hal ini dapat dibuktikan bagi siapapun yang datang dari luar kota, begitu masuk Kabupaten Tulungagung sudah terasa kenyamanannya, disetiap perbatasan kota dapat dijumpai taman-taman di kanan kiri jalan raya. Ingandaya (Industri, Pangan dan Budaya), juga merupakan slogan yang pas untuk Kabupaten Tulungagung. Masyarakatnya yang suka berkarya, terbukti dengan tersebarnya berbagai bidang usaha mulai dari home industri, sampai dengan yang bertaraf pengusaha besar, semua ada di Tulungagung. Jika kita masuk kedaerah pedesaan, sepanjang mata memandang terlihat hijaunya tanaman dengan suburnya. Hal ini membuktikan bahwa daerah Tulungagung, juga merupakan sentra hasil pertanian., mulai padi, tebu, palawija, dan bermacam buah-buahan. Tulungagung termasuk gudangnya seni budaya, khususnya budaya Jawa masih sangat melekat di hampir setiap penduduk. Walaupun jaman sudah semakin maju, namun berbagai macam kesenian tradisional seperti, wayang, ketoprak, reyog, tayub, ludruk, jaranan, kentrung dll, tetap lestari dan banyak penggemarnya.
Dibidang pariwisata, di Tulungagung sangat lengkap, mulai dari wisata alam, pantai, pegunungan, wisata budaya dan sejarah, seperti Homo Wajak Kensis yang pernah menggemparkan dunia antropologi, serta beberapa situs peninggalan sejarah masa lalu. Tulungagung terus dikembangkan seiring kemajuan jaman dan bertambahnya penduduk.
Berdasarkan Topografi, daerah Tulungagung dapat dibagi menjadi 3 wilayah pengembangan.
1.Wilayah Wilis (gunung dan lembah Wilis)
Merupaka daerah subur, berada di wilayah utara dan barat. Di daerah tersebut mempunyai ketinggian antara 1.000 s/d 1.200 m. diatas permukaan laut. Berpotensi sebagai obyek ekowisata agro, hutan dan alam pegunungan, yang meliputi kecamatan Sendang dan Pagerwojo.
2. Wilayah anak bukit Kapur Selatan
Berupa gunung-gunung berbatu cadas, banyak menyimpan batu galian seperti gamping dan pualam. Daerah selatan juga berpotensi sebagai daerah obyek wisata alam, goa dan pantai, daerah tersebut meliputi 5 kecamatan : Tanggunggunung, Pucanglaban, Kalidawir, Campurdarat dan Besuki, dengan ketinggian antara 800 s/d 1.000 m diatas permukaan laut.
3. Wilayah Tengah
Merupakan dataran rendah yang subur, karena dialiri sungai Brantas dengan anak cabangnya. Daerah ini banyak menyimpan legenda yang berpotensi sebagai obyek wisata seperti : wisata purbakala, budaya, dan seni. Daerah Tengah ini meliputi 12 kecamatan : Tulungagung, Kedungwaru, Ngantru, Karangrejo, Kauman, Gondang, Boyolangu, Sumbergempol, Ngunut, Rejotangan, Pakel dan Bandung. Daerah Tengah mempunyai ketinggian rata-rata 86 m diatas permukaan laut.
tulungagung penuh dengan budaya !!!
MANTEN KUCING
Upacara ini dilaksanakan di air terjun Cuban Rondo yang diyakini dapat melancarkan aliran mata air di Cuban Rondo untuk irigasi penduduk Pelem dan sekitarnya. Proses ini dilakukan dengan subyek dua ekor kucing (Tirta Sari dan Joko Wono) dikawinkan dengan prosesi lazimnya manusia menjadi temanten. Mbah Sangkrah orang yang pertama melaksanakan ritual ini dilanjutkan Mbah Sutomeja sampai sekarang.
UPACARA JAMASAN KYAI UPAS
Kyai Upas adalah nama pusaka Ka. Tulungagung secara turun temurun diakui sebagai lambang kebesaran. Pusaka ini setiap tahun pada hari Jum'at Legi di bulan Suro (Muharam) dimandikan secara sakral. Upacara ini dimulai dengan arak-arakan dari Pendopo Kabupaten menuju Pendopo Kanjengan. Sesampainya di Kanjengan disambut dengan gamelan monggang. Upacara jamasan dengan prosesi tertentu dengan beraneka ragam sesaji. Setelah jamasan diadakan beberapa hiburan diantaranya tembang mocopat, wayang kulit, dan kesenian tradisional lainnya.
SURO WEKASAN
Suro Wekasan adalah upacara "laku" yang dilaksanakan masyarakat Wajak yaitu laku menelusuri Candi Dadi berdoa untuk keselamatan diri, keselamatan lingkungan, sampai keselamatan bangsa dan negara. Keistimewaan upacara ini adalah dilakukan oleh berbagai pemeluk agama yang dianut masyarakat Wajak (Islam, Kristen, Buddha) untuk berdoa menurut agama serta keyakinan masing-masing di komplek Candi Dadi.Upacara ini dilakukan setiap akhir bulan Suro (muharam).
LABUH SEMBONYO
Labuh Sembonyo yang diyakini masyarakat sebagai wahana "asok glondhong pengareng-areng" terhadap Ratu Kidul penguasa laut selatan. Labuh sembonyo diselengarakan setiap bulan Suro bulan minggu kedua di Pantai Popoh.
ULUR-ULUR
Ulur-ulur merupakan upacara adat yang diselenggarakan di telaga Buret setiap tahun pada hari Jum'at Legi bulan Suro.Kegiatan pokok adalah memandikan arca Dewi Sri Sedono dan tabur bunga di telaga Buret petilasan Eyang Jigang Joyo dalam mitos sebagi seorang tokoh perintis pemanfaatan air telaga Buret untuk pertanian di Desa Sawo, Gedangan, Gentrong, dan Gamping. Pada upacara tersebut ada kegiatan "Nglampet" yaitu membendung air telaga yang dilaksanakan dengan gotong royong. Cultur ini masih melekat di masyarakat Sawo dan sekitarnya masih sekarang berupa kegiatan gugur gunung dan bersih desa.
LELANGEN BEKSA/TAYUB
lelangen Beksa/Tayub Tulungagung berpotensi sebagai sarana pergaulan yang merakyat dan aktual. Di dalamnya terdapat nilai adiluhung "tata krama" dalam pergaulan masyarakat Jawa. Hampir setiap hari pada bulan baik untuk hajatan di daerah pinggiran Tulungagung dapat kita nikmati lelangen beksa/tayup.
TARI RITUAL TIBAN
Ritual Tiban adalah tari sakral untuk mendatangkan hujan. Di masyarakat pendukungnya tetesan darah akibat permainan tiban adalah lambang perjuangan yang gigih dalam mencari air, utamanya guyuran hujan yang mutlak diperlukan petani di sawah ladang. Ritual tiban biasanya dilaksanakan pada musim kemarau.
JARANAN SENTHEREWE
Jaranan ini pengembangan dari seni jaranan Jawa dengan gerak yang agresif, energik dan dinamis berkembang pesat di daerah Tulungagung saat ini.
REYOG
Reyog Tulungagung pernah berkembang subur dan merebut hati masyarakat bahkan tidak ada satupun yang penduduk Tulungagung yang tidak mengenal Reyog Tulungagung. Jumlah penarinya ada 6 orang sekaligus dengan pemain musik "dhodhog" dan "udheng gilig" kostum khusus sebagai pengikat kepala
KENTRUNG
Satu-satunya cerita tutur yang khas di Tulungagung dapat kita nikmati dengan melihat pagelaran kentrung. Kentrung dimainkan oleh dua orang terdiri dari dalang merangkap instrumen kendang dan satu pengrawit merangkap pendukung dalang memainkan instrumen ketipung dan terbang ( rebana besar dan kecil) . Satu-satunya kentrung yang masih eksis di Tulungagung adalah Kentrung Jaimah yang beralamat di Dukuh PAkis desa Batangsaren Kauman.
WAYANG JEMBLUNG
Di daerah Tulungagung masih banyak pagelaran Wayang Jemblung (cerita Menak) disamping sebagai hiburan, Jemblung memuat kisah Walisanga dalam penyebaran agama Islam di Jawa. Jemblung sebagai instrumennya( terdiri dari 8 rebana dan satu kendang) Wayang terbuat dari kulit dengan motif campuran Wayang Purwa dan Wayang Krucil.
Upacara ini dilaksanakan di air terjun Cuban Rondo yang diyakini dapat melancarkan aliran mata air di Cuban Rondo untuk irigasi penduduk Pelem dan sekitarnya. Proses ini dilakukan dengan subyek dua ekor kucing (Tirta Sari dan Joko Wono) dikawinkan dengan prosesi lazimnya manusia menjadi temanten. Mbah Sangkrah orang yang pertama melaksanakan ritual ini dilanjutkan Mbah Sutomeja sampai sekarang.
UPACARA JAMASAN KYAI UPAS
Kyai Upas adalah nama pusaka Ka. Tulungagung secara turun temurun diakui sebagai lambang kebesaran. Pusaka ini setiap tahun pada hari Jum'at Legi di bulan Suro (Muharam) dimandikan secara sakral. Upacara ini dimulai dengan arak-arakan dari Pendopo Kabupaten menuju Pendopo Kanjengan. Sesampainya di Kanjengan disambut dengan gamelan monggang. Upacara jamasan dengan prosesi tertentu dengan beraneka ragam sesaji. Setelah jamasan diadakan beberapa hiburan diantaranya tembang mocopat, wayang kulit, dan kesenian tradisional lainnya.
SURO WEKASAN
Suro Wekasan adalah upacara "laku" yang dilaksanakan masyarakat Wajak yaitu laku menelusuri Candi Dadi berdoa untuk keselamatan diri, keselamatan lingkungan, sampai keselamatan bangsa dan negara. Keistimewaan upacara ini adalah dilakukan oleh berbagai pemeluk agama yang dianut masyarakat Wajak (Islam, Kristen, Buddha) untuk berdoa menurut agama serta keyakinan masing-masing di komplek Candi Dadi.Upacara ini dilakukan setiap akhir bulan Suro (muharam).
LABUH SEMBONYO
Labuh Sembonyo yang diyakini masyarakat sebagai wahana "asok glondhong pengareng-areng" terhadap Ratu Kidul penguasa laut selatan. Labuh sembonyo diselengarakan setiap bulan Suro bulan minggu kedua di Pantai Popoh.
ULUR-ULUR
Ulur-ulur merupakan upacara adat yang diselenggarakan di telaga Buret setiap tahun pada hari Jum'at Legi bulan Suro.Kegiatan pokok adalah memandikan arca Dewi Sri Sedono dan tabur bunga di telaga Buret petilasan Eyang Jigang Joyo dalam mitos sebagi seorang tokoh perintis pemanfaatan air telaga Buret untuk pertanian di Desa Sawo, Gedangan, Gentrong, dan Gamping. Pada upacara tersebut ada kegiatan "Nglampet" yaitu membendung air telaga yang dilaksanakan dengan gotong royong. Cultur ini masih melekat di masyarakat Sawo dan sekitarnya masih sekarang berupa kegiatan gugur gunung dan bersih desa.
LELANGEN BEKSA/TAYUB
lelangen Beksa/Tayub Tulungagung berpotensi sebagai sarana pergaulan yang merakyat dan aktual. Di dalamnya terdapat nilai adiluhung "tata krama" dalam pergaulan masyarakat Jawa. Hampir setiap hari pada bulan baik untuk hajatan di daerah pinggiran Tulungagung dapat kita nikmati lelangen beksa/tayup.
TARI RITUAL TIBAN
Ritual Tiban adalah tari sakral untuk mendatangkan hujan. Di masyarakat pendukungnya tetesan darah akibat permainan tiban adalah lambang perjuangan yang gigih dalam mencari air, utamanya guyuran hujan yang mutlak diperlukan petani di sawah ladang. Ritual tiban biasanya dilaksanakan pada musim kemarau.
JARANAN SENTHEREWE
Jaranan ini pengembangan dari seni jaranan Jawa dengan gerak yang agresif, energik dan dinamis berkembang pesat di daerah Tulungagung saat ini.
REYOG
Reyog Tulungagung pernah berkembang subur dan merebut hati masyarakat bahkan tidak ada satupun yang penduduk Tulungagung yang tidak mengenal Reyog Tulungagung. Jumlah penarinya ada 6 orang sekaligus dengan pemain musik "dhodhog" dan "udheng gilig" kostum khusus sebagai pengikat kepala
KENTRUNG
Satu-satunya cerita tutur yang khas di Tulungagung dapat kita nikmati dengan melihat pagelaran kentrung. Kentrung dimainkan oleh dua orang terdiri dari dalang merangkap instrumen kendang dan satu pengrawit merangkap pendukung dalang memainkan instrumen ketipung dan terbang ( rebana besar dan kecil) . Satu-satunya kentrung yang masih eksis di Tulungagung adalah Kentrung Jaimah yang beralamat di Dukuh PAkis desa Batangsaren Kauman.
WAYANG JEMBLUNG
Di daerah Tulungagung masih banyak pagelaran Wayang Jemblung (cerita Menak) disamping sebagai hiburan, Jemblung memuat kisah Walisanga dalam penyebaran agama Islam di Jawa. Jemblung sebagai instrumennya( terdiri dari 8 rebana dan satu kendang) Wayang terbuat dari kulit dengan motif campuran Wayang Purwa dan Wayang Krucil.
tulungagung penuh dengan budaya
MANTEN KUCING
Upacara ini dilaksanakan di air terjun Cuban Rondo yang diyakini dapat melancarkan aliran mata air di Cuban Rondo untuk irigasi penduduk Pelem dan sekitarnya. Proses ini dilakukan dengan subyek dua ekor kucing (Tirta Sari dan Joko Wono) dikawinkan dengan prosesi lazimnya manusia menjadi temanten. Mbah Sangkrah orang yang pertama melaksanakan ritual ini dilanjutkan Mbah Sutomeja sampai sekarang.
UPACARA JAMASAN KYAI UPAS
Kyai Upas adalah nama pusaka Ka. Tulungagung secara turun temurun diakui sebagai lambang kebesaran. Pusaka ini setiap tahun pada hari Jum'at Legi di bulan Suro (Muharam) dimandikan secara sakral. Upacara ini dimulai dengan arak-arakan dari Pendopo Kabupaten menuju Pendopo Kanjengan. Sesampainya di Kanjengan disambut dengan gamelan monggang. Upacara jamasan dengan prosesi tertentu dengan beraneka ragam sesaji. Setelah jamasan diadakan beberapa hiburan diantaranya tembang mocopat, wayang kulit, dan kesenian tradisional lainnya.
SURO WEKASAN
Suro Wekasan adalah upacara "laku" yang dilaksanakan masyarakat Wajak yaitu laku menelusuri Candi Dadi berdoa untuk keselamatan diri, keselamatan lingkungan, sampai keselamatan bangsa dan negara. Keistimewaan upacara ini adalah dilakukan oleh berbagai pemeluk agama yang dianut masyarakat Wajak (Islam, Kristen, Buddha) untuk berdoa menurut agama serta keyakinan masing-masing di komplek Candi Dadi.Upacara ini dilakukan setiap akhir bulan Suro (muharam).
LABUH SEMBONYO
Labuh Sembonyo yang diyakini masyarakat sebagai wahana "asok glondhong pengareng-areng" terhadap Ratu Kidul penguasa laut selatan. Labuh sembonyo diselengarakan setiap bulan Suro bulan minggu kedua di Pantai Popoh.
ULUR-ULUR
Ulur-ulur merupakan upacara adat yang diselenggarakan di telaga Buret setiap tahun pada hari Jum'at Legi bulan Suro.Kegiatan pokok adalah memandikan arca Dewi Sri Sedono dan tabur bunga di telaga Buret petilasan Eyang Jigang Joyo dalam mitos sebagi seorang tokoh perintis pemanfaatan air telaga Buret untuk pertanian di Desa Sawo, Gedangan, Gentrong, dan Gamping. Pada upacara tersebut ada kegiatan "Nglampet" yaitu membendung air telaga yang dilaksanakan dengan gotong royong. Cultur ini masih melekat di masyarakat Sawo dan sekitarnya masih sekarang berupa kegiatan gugur gunung dan bersih desa.
LELANGEN BEKSA/TAYUB
lelangen Beksa/Tayub Tulungagung berpotensi sebagai sarana pergaulan yang merakyat dan aktual. Di dalamnya terdapat nilai adiluhung "tata krama" dalam pergaulan masyarakat Jawa. Hampir setiap hari pada bulan baik untuk hajatan di daerah pinggiran Tulungagung dapat kita nikmati lelangen beksa/tayup.
TARI RITUAL TIBAN
Ritual Tiban adalah tari sakral untuk mendatangkan hujan. Di masyarakat pendukungnya tetesan darah akibat permainan tiban adalah lambang perjuangan yang gigih dalam mencari air, utamanya guyuran hujan yang mutlak diperlukan petani di sawah ladang. Ritual tiban biasanya dilaksanakan pada musim kemarau.
JARANAN SENTHEREWE
Jaranan ini pengembangan dari seni jaranan Jawa dengan gerak yang agresif, energik dan dinamis berkembang pesat di daerah Tulungagung saat ini.
REYOG
Reyog Tulungagung pernah berkembang subur dan merebut hati masyarakat bahkan tidak ada satupun yang penduduk Tulungagung yang tidak mengenal Reyog Tulungagung. Jumlah penarinya ada 6 orang sekaligus dengan pemain musik "dhodhog" dan "udheng gilig" kostum khusus sebagai pengikat kepala
KENTRUNG
Satu-satunya cerita tutur yang khas di Tulungagung dapat kita nikmati dengan melihat pagelaran kentrung. Kentrung dimainkan oleh dua orang terdiri dari dalang merangkap instrumen kendang dan satu pengrawit merangkap pendukung dalang memainkan instrumen ketipung dan terbang ( rebana besar dan kecil) . Satu-satunya kentrung yang masih eksis di Tulungagung adalah Kentrung Jaimah yang beralamat di Dukuh PAkis desa Batangsaren Kauman.
WAYANG JEMBLUNG
Di daerah Tulungagung masih banyak pagelaran Wayang Jemblung (cerita Menak) disamping sebagai hiburan, Jemblung memuat kisah Walisanga dalam penyebaran agama Islam di Jawa. Jemblung sebagai instrumennya( terdiri dari 8 rebana dan satu kendang) Wayang terbuat dari kulit dengan motif campuran Wayang Purwa dan Wayang Krucil.
Upacara ini dilaksanakan di air terjun Cuban Rondo yang diyakini dapat melancarkan aliran mata air di Cuban Rondo untuk irigasi penduduk Pelem dan sekitarnya. Proses ini dilakukan dengan subyek dua ekor kucing (Tirta Sari dan Joko Wono) dikawinkan dengan prosesi lazimnya manusia menjadi temanten. Mbah Sangkrah orang yang pertama melaksanakan ritual ini dilanjutkan Mbah Sutomeja sampai sekarang.
UPACARA JAMASAN KYAI UPAS
Kyai Upas adalah nama pusaka Ka. Tulungagung secara turun temurun diakui sebagai lambang kebesaran. Pusaka ini setiap tahun pada hari Jum'at Legi di bulan Suro (Muharam) dimandikan secara sakral. Upacara ini dimulai dengan arak-arakan dari Pendopo Kabupaten menuju Pendopo Kanjengan. Sesampainya di Kanjengan disambut dengan gamelan monggang. Upacara jamasan dengan prosesi tertentu dengan beraneka ragam sesaji. Setelah jamasan diadakan beberapa hiburan diantaranya tembang mocopat, wayang kulit, dan kesenian tradisional lainnya.
SURO WEKASAN
Suro Wekasan adalah upacara "laku" yang dilaksanakan masyarakat Wajak yaitu laku menelusuri Candi Dadi berdoa untuk keselamatan diri, keselamatan lingkungan, sampai keselamatan bangsa dan negara. Keistimewaan upacara ini adalah dilakukan oleh berbagai pemeluk agama yang dianut masyarakat Wajak (Islam, Kristen, Buddha) untuk berdoa menurut agama serta keyakinan masing-masing di komplek Candi Dadi.Upacara ini dilakukan setiap akhir bulan Suro (muharam).
LABUH SEMBONYO
Labuh Sembonyo yang diyakini masyarakat sebagai wahana "asok glondhong pengareng-areng" terhadap Ratu Kidul penguasa laut selatan. Labuh sembonyo diselengarakan setiap bulan Suro bulan minggu kedua di Pantai Popoh.
ULUR-ULUR
Ulur-ulur merupakan upacara adat yang diselenggarakan di telaga Buret setiap tahun pada hari Jum'at Legi bulan Suro.Kegiatan pokok adalah memandikan arca Dewi Sri Sedono dan tabur bunga di telaga Buret petilasan Eyang Jigang Joyo dalam mitos sebagi seorang tokoh perintis pemanfaatan air telaga Buret untuk pertanian di Desa Sawo, Gedangan, Gentrong, dan Gamping. Pada upacara tersebut ada kegiatan "Nglampet" yaitu membendung air telaga yang dilaksanakan dengan gotong royong. Cultur ini masih melekat di masyarakat Sawo dan sekitarnya masih sekarang berupa kegiatan gugur gunung dan bersih desa.
LELANGEN BEKSA/TAYUB
lelangen Beksa/Tayub Tulungagung berpotensi sebagai sarana pergaulan yang merakyat dan aktual. Di dalamnya terdapat nilai adiluhung "tata krama" dalam pergaulan masyarakat Jawa. Hampir setiap hari pada bulan baik untuk hajatan di daerah pinggiran Tulungagung dapat kita nikmati lelangen beksa/tayup.
TARI RITUAL TIBAN
Ritual Tiban adalah tari sakral untuk mendatangkan hujan. Di masyarakat pendukungnya tetesan darah akibat permainan tiban adalah lambang perjuangan yang gigih dalam mencari air, utamanya guyuran hujan yang mutlak diperlukan petani di sawah ladang. Ritual tiban biasanya dilaksanakan pada musim kemarau.
JARANAN SENTHEREWE
Jaranan ini pengembangan dari seni jaranan Jawa dengan gerak yang agresif, energik dan dinamis berkembang pesat di daerah Tulungagung saat ini.
REYOG
Reyog Tulungagung pernah berkembang subur dan merebut hati masyarakat bahkan tidak ada satupun yang penduduk Tulungagung yang tidak mengenal Reyog Tulungagung. Jumlah penarinya ada 6 orang sekaligus dengan pemain musik "dhodhog" dan "udheng gilig" kostum khusus sebagai pengikat kepala
KENTRUNG
Satu-satunya cerita tutur yang khas di Tulungagung dapat kita nikmati dengan melihat pagelaran kentrung. Kentrung dimainkan oleh dua orang terdiri dari dalang merangkap instrumen kendang dan satu pengrawit merangkap pendukung dalang memainkan instrumen ketipung dan terbang ( rebana besar dan kecil) . Satu-satunya kentrung yang masih eksis di Tulungagung adalah Kentrung Jaimah yang beralamat di Dukuh PAkis desa Batangsaren Kauman.
WAYANG JEMBLUNG
Di daerah Tulungagung masih banyak pagelaran Wayang Jemblung (cerita Menak) disamping sebagai hiburan, Jemblung memuat kisah Walisanga dalam penyebaran agama Islam di Jawa. Jemblung sebagai instrumennya( terdiri dari 8 rebana dan satu kendang) Wayang terbuat dari kulit dengan motif campuran Wayang Purwa dan Wayang Krucil.
Kamis, 27 September 2007
tulungaguang kota marmer
Sentuhan Buat Sang Marmer
Batu Marmer dari dulu identik dengan Tulungagung. Sejak pertama kali ditambang oleh Pemerintah Kolonial Belanda melalui Exploitatlematschappij Wajak te Rotterdam tahun 1890, marmer sudah menjadi ikon Tulungagung. Saat itu, menurut catatan sejarah marmer yang ditambang dapat menghasilkan sekitar 100 meter kubik. Seiring kemerdekaan Indonesia, produksi marmer Tulungagung terus mengalami peningkatan yang pesat. Ikon Tulungagung sebagai penghasil marmer pun terus berkibar di seluruh Nusantara bahkan mancanegara. Beberapa bangunan megah di negeri ini banyak yang menggunakan marmer asal Tulungagung, seperti Gedung DPR RI, Masjid Istiqlal Jakarta sampai lantai makam Proklamator Bung Karno di Blitar. Lihat pula di sepanjang jalan dari Kecamatan Campurdarat menuju Pantai Popoh. Di sana tumbuh ratusan toko-toko cenderamata dan bahan bangunan dari marmer. Toko-toko itu berjejer di kanan-kiri pinggir jalan raya bak etelase panjang memamerkan mahakarya marmer warga setempet. Marmer sudah menjadi bagian penting bagi sebagian masyarakat Tulungagung, terutama di wilayah bagian selatan (Kecamatan Besuki, Campurdarat dan sekitarnya). Anak-anak pun di sana hampir sebagian besar juga merasakan bagaimana marmer dapat menopang kehidupan keluarganya. Mereka bisa bergaya seperti anak-anak ABG (anak baru gede) perkotaan berkat upah saat menambang batu marmer. Resiko sebagai pekerja terabaikan. Mereka anggap upah sebagai penambang marmer sudah sepadan. Kelesuan industri marmer yang kini mulai terjadi di Tulungagung harus dijawab sebagai sebuah tantangan. Ekspor yang relatif cenderung terus menerus sejak tahun 2002 (data BPS Tulungagung) bukan alasan untuk tidak kreatif dan inovatif dalam mengembangkan usaha industri marmer. Perlu terobosan-terobosan baru dalam meraih kembali zaman keemasan ditengah perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya stabil. Bupati Tulungagung Ir. Heru Tjahjono, MM belum lama ini mengatakan diperlukan diservikasi produk agar marmer Tulungagung dapat kembali menuju puncak keemasan. Produk marmer diharapkan dapat melayani permintaan konsumen terlebih konsumen mancanegara melalui pasar ekspor. Sebagai salah satu terobosan, Bupati Heru meminta para perajin marmer untuk lebih mendesain produknya menjadi lebih variatif, seperti produk yang lebih kecil dan bisa dibuat souvenir. Selain itu, produk marmer bisa dipadukan dengan bahan-bahan lain semisal kayu jati untuk dijadikan produk unggulan berbentuk souvenir yang mudah dibawa kemana saja. Jika harapan Bupati Heru itu bisa terwujud, mengapa tidak Tulungagung akan kembali meraih zaman keemasan produksi marmer. Apabila, Bupati Heru juga berkeinginan mewujudkan kawasan Besole (Kecamatan Basuki) dan Campurdarat menjadi seperti kawasan perajin sepatu di Belanda. Di sana ada satu daerah yang terkenal. Kalau mau sepatu berkualitas dan beragam semua orang Eropa tahu dimana tempatnya. Ya di negeri kincir angin itu. Potensi perajin batu marmer di Tulungagung cukup besar dan menjanjikan. Catatan Bappeda Pemkab. Tulungagung tahun 2001 di Kecematan Besuki dan Campurdarat, perajin yang beizinkan mencapai 251 orang. Dan bisa jadi yang tidak berizin lebih banyak lagi. Sejauh ini belum diketahui secara pasti sampai kapan dan berapa tahun lagi batu marmer di sekuruh wilayah Tulungagung akan habis dieksploitasi. Data di bagian Perekonomian Pemkab. Tulungagung berdasarkan penelitian Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemprop. Jatim tahun 2002 menunjukkan volume marmer dan batu gamping di Tulungagung mencapai 807.925.000 meter kubik. Bahan tambang tersebut tersebar di 29 lokasi yang berada di beberapa kecamatan. Di antaranya yang terbesar di Kecamatan Besuki, Campurdarat dan Bandung. Antara batu gamping dan marmer saling berhubungan. Batu marmer terbentuk dari batu gamping yang telah berusia ratusan bahkan ribuan tahun. Di Tulungagung yang terdata sebagai pegunungan marmer tanpa campuran batu gamping berada di daerah Gunung Somurup Kecamatan Besuki dan Gunung Pegat Kecamatan Campurdarat. Di daerah-daerah tersebut terdapat 124.062.500 meter kubik marmer.(Oleh : Wiwieko Dh)
Batu Marmer dari dulu identik dengan Tulungagung. Sejak pertama kali ditambang oleh Pemerintah Kolonial Belanda melalui Exploitatlematschappij Wajak te Rotterdam tahun 1890, marmer sudah menjadi ikon Tulungagung. Saat itu, menurut catatan sejarah marmer yang ditambang dapat menghasilkan sekitar 100 meter kubik. Seiring kemerdekaan Indonesia, produksi marmer Tulungagung terus mengalami peningkatan yang pesat. Ikon Tulungagung sebagai penghasil marmer pun terus berkibar di seluruh Nusantara bahkan mancanegara. Beberapa bangunan megah di negeri ini banyak yang menggunakan marmer asal Tulungagung, seperti Gedung DPR RI, Masjid Istiqlal Jakarta sampai lantai makam Proklamator Bung Karno di Blitar. Lihat pula di sepanjang jalan dari Kecamatan Campurdarat menuju Pantai Popoh. Di sana tumbuh ratusan toko-toko cenderamata dan bahan bangunan dari marmer. Toko-toko itu berjejer di kanan-kiri pinggir jalan raya bak etelase panjang memamerkan mahakarya marmer warga setempet. Marmer sudah menjadi bagian penting bagi sebagian masyarakat Tulungagung, terutama di wilayah bagian selatan (Kecamatan Besuki, Campurdarat dan sekitarnya). Anak-anak pun di sana hampir sebagian besar juga merasakan bagaimana marmer dapat menopang kehidupan keluarganya. Mereka bisa bergaya seperti anak-anak ABG (anak baru gede) perkotaan berkat upah saat menambang batu marmer. Resiko sebagai pekerja terabaikan. Mereka anggap upah sebagai penambang marmer sudah sepadan. Kelesuan industri marmer yang kini mulai terjadi di Tulungagung harus dijawab sebagai sebuah tantangan. Ekspor yang relatif cenderung terus menerus sejak tahun 2002 (data BPS Tulungagung) bukan alasan untuk tidak kreatif dan inovatif dalam mengembangkan usaha industri marmer. Perlu terobosan-terobosan baru dalam meraih kembali zaman keemasan ditengah perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya stabil. Bupati Tulungagung Ir. Heru Tjahjono, MM belum lama ini mengatakan diperlukan diservikasi produk agar marmer Tulungagung dapat kembali menuju puncak keemasan. Produk marmer diharapkan dapat melayani permintaan konsumen terlebih konsumen mancanegara melalui pasar ekspor. Sebagai salah satu terobosan, Bupati Heru meminta para perajin marmer untuk lebih mendesain produknya menjadi lebih variatif, seperti produk yang lebih kecil dan bisa dibuat souvenir. Selain itu, produk marmer bisa dipadukan dengan bahan-bahan lain semisal kayu jati untuk dijadikan produk unggulan berbentuk souvenir yang mudah dibawa kemana saja. Jika harapan Bupati Heru itu bisa terwujud, mengapa tidak Tulungagung akan kembali meraih zaman keemasan produksi marmer. Apabila, Bupati Heru juga berkeinginan mewujudkan kawasan Besole (Kecamatan Basuki) dan Campurdarat menjadi seperti kawasan perajin sepatu di Belanda. Di sana ada satu daerah yang terkenal. Kalau mau sepatu berkualitas dan beragam semua orang Eropa tahu dimana tempatnya. Ya di negeri kincir angin itu. Potensi perajin batu marmer di Tulungagung cukup besar dan menjanjikan. Catatan Bappeda Pemkab. Tulungagung tahun 2001 di Kecematan Besuki dan Campurdarat, perajin yang beizinkan mencapai 251 orang. Dan bisa jadi yang tidak berizin lebih banyak lagi. Sejauh ini belum diketahui secara pasti sampai kapan dan berapa tahun lagi batu marmer di sekuruh wilayah Tulungagung akan habis dieksploitasi. Data di bagian Perekonomian Pemkab. Tulungagung berdasarkan penelitian Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemprop. Jatim tahun 2002 menunjukkan volume marmer dan batu gamping di Tulungagung mencapai 807.925.000 meter kubik. Bahan tambang tersebut tersebar di 29 lokasi yang berada di beberapa kecamatan. Di antaranya yang terbesar di Kecamatan Besuki, Campurdarat dan Bandung. Antara batu gamping dan marmer saling berhubungan. Batu marmer terbentuk dari batu gamping yang telah berusia ratusan bahkan ribuan tahun. Di Tulungagung yang terdata sebagai pegunungan marmer tanpa campuran batu gamping berada di daerah Gunung Somurup Kecamatan Besuki dan Gunung Pegat Kecamatan Campurdarat. Di daerah-daerah tersebut terdapat 124.062.500 meter kubik marmer.(Oleh : Wiwieko Dh)
apa nama rasa ini ??????????/
aku datang ke sini dengan beribu bahkan berjuta harapan dan cita-cita. pertama kakiku perpijak di tanah ini hanya satu harapanku dan tujuanku, yaitu aku inggin berhasil dan membahagiakan orang tuaku. waktu demi waktu terus berlalu.tujuan yang semula satu menjadi bercabang entah berapa cabangnya, mungkin seribu, sejuta, bahkan satu milyar. dulu yang tujuanku hanya menjadi sukses harus terganggu dengan kidah asmara. dan aku pun mulai sadar dengan bertambahnnya umurku, rasa ini pasti akan muncul. dan sekrang aku bagaikan angin yang tidak tentu arahnya.
sungguh sangat sulit !!!!!!
sungguh sangat sulit !!!!!!
Rabu, 26 September 2007
Langganan:
Postingan (Atom)
Design by Blogger Templates